Cerminan Ibu

March 22, 2012




Kuceritakan padamu setoreh kisah tentang seorang wanita berparas sayu. Wanitaku yang kutakzimkan mengisi beberapa lembar kanvas putih kehidupan di mana tetes demi tetes cat minyak tergolek begitu indah di atasnya. Beberapa detik basah, setelahnya mengental, mengering, dan jadilah satu corak yang kalian sebut sebagai kenangan. Kuingat beberapa tatapan kosong mustikanya seakan bercerita tentang bagaimana belai air mata selalu tercurah deras di setiap senja. Semakin pekat, semakin kau mengerti bagaimana hangusnya sang lentera pagi, lentera yang kau utus sebagai tujuan hidupmu kala lampau hilang tak berbekas ditelan hitamnya pelangi.
 

Sekali ketika senja telah berubah pagi, wanitaku tersenyum hambar, tak menoreh rasa hingga tak menjamin bahagia ada dalam benaknya. Barangkali wanitaku juga lupa tentang bagaimana menghidupkan sebuah senyuman, memberikan nyawa agar semua tertarik pada pesonamu hingga tak sadar kalaulah kau yang diburu. Kau mengedipkan mata perlahan, bulu serta alismu yang sempurna berpadan menentukan tujuan serta arahnya berganti. Dari sini kau terlihat sempurna, meski tetap sayu dalam tatapan serta naungan.

Wanitaku becermin membentuk bayangan Ibu. Aku melihat sketsa seorang perempuan tangguh dalam potretmu, wajah Ibu. Bukankah Ibu bagi anak lelaki adalah gladiresik kriteria calon isterinya nanti? Bukankah Ibu juga penentu siapa anak perempuan yang akan ditemui? Sementara ronamu telah terpatri wajah Ibu di dalamnya hingga kujamah tampak kian nyata. Denting bibirmu terbuka perlahan, mengisyaratkan beberapa kata keindahan, tutur yang jelas bak permata semakin menambah gemericik getar dalam rasa. Aku terpesona.

Seberapa sayunya wajah atau seutuhnya hambar senyumanmu takkan menggoyahkan sejengkal pendirian. Hari ini aku berjanji bersama seluruh anggota jiwa akan tetap di sini, menantimu, bukan indah ragamu, tapi potret kasih sayang Ibu yang terpatri indah dalam rona hatimu. Kau pasti mengerti, karena aku telah mengeja perasaan ini dengan mudah dan sederhana. Semudah mencintai, sesederhana mengasihi, dalam kenyataan ini, bersamamu, Wanitaku.
(IPM)

Bandung, Maret 2012
 #Ilustrasi diunduh dari sini

Followers