Hanya Rencana

March 05, 2014


Kamu berada di sana sendirian. Temanmu, cukuplah sebuah buku tebal tanpa gambar. Sarat tulisan, kertas berwarna lapuk kekuningan, tapi kamu tetap suka membacanya. Pernah kamu bilang bahwa buku-buku lama memiliki 'tarikan' kuat untuk terus dijamah. Namun, kala itu aku tak membantah, biarlah senyum itu mengembang kala kamu bercerita.

Sudah hampir setahun sejak pertemuan kita kali pertama. Banyak warna yang tampak kian berubah. Beragam hal menyeruak, mulai tabiat teman-teman yang gamang, Anton dan Desi yang ternyata diam-diam saling suka, Ramon dan Budi yang berebut mendapatkan perhatian Karra, hingga kita.

Ada yang berbeda pada kita. Atau, lebih tepatnya padaku, ketika menyaput ronamu. Entahlah, setiap namamu disebut oleh yang lain, tetiba telingaku melebar ingin tahu. Perhatianku tercurah hanya pada sosok anggun mewujud kamu. Ya, kamu, bukan yang lain.

Aku lupa tepatnya telah berapa kali memberi sinyal padamu akan rasaku. Lewat pesan singkat pengingat doa sebelum tidur. Ajakan makan siang berdua di kantin. Payung yang kupegang kala hujan deras menghujam, meski kamu tak tahu jikalau setengah tubuhku basah akibat naungan yang terlampau kecil. "Aku tak mau kamu sakit, maka kamu tak boleh terkena hujan," alibiku sepulang mengantarmu.

Kadang, aku berpikir bahwa akulah yang kurang hebat memberi 'pertanda', ataukah kamu yang memang tak peka. Rasaku ini agung. Putih. Murni. Belum bercampur dengan hal lain. Maka, inginku menyampaikan rasa ini sesegera, sebelum terlambat jadinya.

Hati ini kian mantap. Nyali ini sudah genap. Kronologi disiapkan, segala hal dikondisikan. Setiap peristiwa apik pastilah telah lama direncanakan.

Hari ini, petang senja, pasti kamu tengah masyuk membaca buku sendirian di Cafe Brodova. Aku akan datang. Ya, aku akan bersambang. Baju perlente, suara serak, serta bahan obrolan barang sejam dikenakan.

Kamu duduk di sana. Rencananya aku akan menyatakan cinta kepadamu, kenyataannya itu hanya selalu menjadi rencanaku.[]

Followers